Rabu, 21 Januari 2015

Kesempatan

Ketika kita meminta kekuatan kpd Tuhan dalam menghadapi sesuatu, sejatinya Tuhan akan memberikan kesempatan kpd kita utk menggali kekuatan diri kitasendiri  karena kekuatan akan diperoleh melalui kesungguhan dan kesabaran ......

Ketika kita meminta perlindungan kpd Tuhan atas sesuatu, sejatinya Tuhan akan memberikan kesempatan kepada kita utk berlindung kpd Nya melalui sabar dan usaha bukan berlindung kpd selain diri Nya ......

Mintalah kpd Ku niscaya akan ku beri ..... kira-kira begitulah Tuhan berjanji namun masalahnya adalah bukan seberapa banyak yg Tuhan berikan kpd kita tetapi seberapa banyak yg mampu kita terima apapun yg Tuhan bagikan kpd kita dg ikhlas ......

Sabtu, 25 Agustus 2012

Tuhan pasti mengabulkan doa .....

Tuhan menjamin pengkabulan doa sesuai dengan yang Dia pilih untuk kita bukan menurut apa yang kita pilih/inginkan sendiri, dan pada saat yang Dia kehendaki bukan pada waktu yang kita inginkan karena Tuhan yang paling tahu keadaan diri kita. (Qs. 2:186, 40:60, 42:26)

Terkait dengan doa, yang sering menjadi kesalahan kita adalah : kita sering tidak sabar dengan ketentuannya (Qs.17:11) atau kita sering tidak istiqomah, keinginan yang kita panjatkan dalam doa sering berubah-ubah dan bahkan doa sering kita perlakukan sebagai garansi tanpa batas.

Tidaklah layak kita meragukan Tuhan karena sesungguhnya apa yang kita anggap sebagai tidak terkabulkannya doa sebenarnya berkaitan dengan diri kita sendiri, ada hijab antara antara apa yang kita inginkan dengan ketetapan pengkabulan doa yang Tuhan berikan. Hijab tersebut bisa berupa aib yang ada pada diri kita sehingga Tuhan menggantikan keinginan kita dengan menutup aib kita agar tidak diketahui orang lain atau mungkin saja keinginan kita tidak terwujud karena keadaan diri kita belum siap menerima apa yang kita inginkan dan mungkin juga karena keinginan kita buruk di mata Tuhan walaupun kita anggap itu sebagai keinginan yang baik dan bisa juga karena doa kita tertolak karena terhijab oleh sifat tercela kita. Wallahu'alam ....

Yang pasti adalah Tuhan memberikan sesuatu sesuai dengan ukuran Nya bukan berdasarkan kelayakan seseorang menurut dirinya sendiri sehingga tidak sepantasnya kita mempertanyakan kebijakan Tuhan sebab Tuhan berbuat menurut kehendak Nya bukan menurut kehendak kita sebagai hamba karena keinginan kita boleh jadi bercampur dengan hawa nafsu.


Amal dan Ikhlas

Jenis dan kualitas amal (dlm pengertian ibadah) sangat beragam karena kondisi spiritual/hati yang Tuhan berikan juga beragam (Qs. 92:4, 43:32, 6:165, 17:84). Untuk itu beramal lah sesuai dengan kemampuan masing-masing, sedikit tapi tetap istiqamah dan tingkatkan terus menerus.

Amal tdk bisa dipisahkan dari ikhlas, amal tanpa keikhlasan tidak akan berbuah kebaikan bahkan percuma. Jika dianalogikan bahwa amal adalah tubuh/jasad maka ikhlas adalah ruh nya. Tugas kita adalah menjaga keikhlasan dengan selalu meminta pertolongan Tuhan, memelihara kedekatan dengan Nya dan meluruskan niat. Fokuslah hanya kepada Tuhan bukan kepada amal yang dilakukan karena tanpa kuasa dan kehendak Tuhan manusia tidak dapat melakukan amal ibadah. Seringnya kita adalah mengesampingkan Tuhan dengan berfokus kepada pahala dari setiap perbuatan baik yag kita lakukan. Padahal jika amal dilakukan dengan ikhlas sudah barang tentu pahala akan mengalir.

Sandarkanlah setiap amal perbuatan yang dilakukan hanya karena Sang Pemilik Kehidupan, bukan kepada amal perbuatannya itu sendiri bahkan kepada pahalanya semata, disitulah letak kesadaran keikhlasan dimulai.

Human Capital Management (Kajian Kritis Pada Industri Kecil Manufaktur Berteknologi Tinggi)


Dalam kaitan dengan semakin ketatnya persaingan usaha, industri kecil manufaktur di indonesia harus memaknai bahwa sukses bersaing organisasi bisa dicapai dengan pengelolaan SDM (karyawan) potensial yang dimilikinya. SDM bisa dijadikan sebagai sumber keunggulan kompetitif lestari serta tidak mudah ditiru pesaing karena :
1.  Sukses bersaing yang diperoleh dari pengelolaan SDM secara efektif tidak setransparan mengelola SDM lainnya, seperti melihat komputerisasi sistem informasi yang terdiri atas semikonduktor dan sejumlah mesin pengontrol.
2.   Bagaimana SDM dikelola dipengaruhi oleh budaya. Budaya organisasi akan mempengaruhi ketrampilan, kemampuan SDM, serta kesesuaiannya dengan system yang ada.

Proses pelaksaaan Human Capital Management pada industri kecil manufaktur harus dimulai dengn melakukan redefinisi Stakeholder dengan menempatkan People termasuk didalamnya adalah Employee, serta penempatan Business Ethics merupakan Balancing terhadap kemungkinan negatif dari implementasi Human Capital Management dengan pengukuran Return On Ivestmentnya terhadap karyawan sebagai investasi memberikan tuntutan keras bagi pengembangan karyawan dalam Hard Skill dan Soft Skillnya. Tuntutan Global Changes memberikan implikasi pada adanya Soft Skills karyawan pada kemampuan adaptasi (Adaptive Respons) yang relatif membutuhkan waktu proses agak lama diantisipasi dengan banyaknya pelatihan serta Job Rotation & Promotion pada skala global dengan membebaskan ruang departementalisasi dan wilayah yang tentunya diimbangi dengan pola Partnership & Supply Chain terhadap Employee. Hal ini dilakukan karena perkembangan pasar industri kecil manufaktur di mana customer mulai berkembang yang tidak hanya di dalam negeri tetapi juga customer dari luar negeri. Developing Global Talent dan Cracking The Code for Talent adalah prioritas yang dilakukan dalam antisipasi Employee turn Over dimulai sejak Recruitment disertai kejelasan Carier Track Record & Path serta peluang bekerja global adalah komitmen yang dibina perusahaan dengan karyawan sejak awal disertai pengukuran kinerja What They Produce – Return On Investment – ROI. Dimulai sejak penyetaraan budaya personel terhadap budaya bisnis perusahaan dengan kesinambungan dan berstruktur serta kejelasan dalam pencapaian dan kemungkinan untuk masa depannya yang disertai dengan komitment perusahaan dengan pola Partnership.pengembangan ini merupakan juga strategi dalam antisipasi Employee turn Over dan Penghindaran atas mahalnya biaya pemutusan tenaga kerja.

Collaboration intra dan ekstra organisasi tanpa batasan wilayah, termasuk komunikasi dengan alumni perusahaan dengan membangun Virtual Community, merupakan salah satu bentuk soliditas antara karyawan dengan perusahaan dengan kebutuhan pada infrastruktur komunikasi data secara on-line memberikan dukungan pula pada pola evaluasi analitis dari kinerja karyawan serta meningkatkan performa transfer knowledge diantara sesama karyawan dan dengan perusahaan dengan Knowledge Information Systemnya dan bahkan keterbukaannya pada publik mengarahkan pada citra positifnya. Perusahaan perlu mengembangkan pola kolaborasi dan menggunakan pendekatan Mentor pada leadershipnya untuk menjembatani Future Business Gap, Media komunikasi dengan Virtual Community merupakan bagian dalam proses mengurangi Gap tersebut.

Partnership serta Employee Supply Chain bagi perusahaan secara tidak langsung merupakan cara dalam proses Humanisasi – Human Capital Management. Namun untuk lebih jauh mengenai hal ini diperlukan analisa dan evaluasi lebih lanjut bagi pengembangan pemahaman atas Humanisasi atau Dehumanisasi sebagai Implikasi dari penerapan Human Capital Management.
Perubahan kehudipan dunia industri dalam berbagai bidangnya akibat globalisasi dan perkembangan teknologi informasi yang cepat memerlukan sikap adaptif sekaligus antisipatif. Mempersiapkan karyawan yang berkualitas dan kompetitif jelas merupakan suatu keharusan agar mereka dapat menghadapi berbagai tantangan yang terjadi sebagai dampak dari perubahan tersbut. Untuk itu pendidikan pada karyawan nampaknya dapat menjadi salah satu cara mempersiapkannya, dengan pendidikan kualitas SDM dapat ditingkatkan, dengan pendidikan pengetahuan karyawan dapat dikembangkan sehingga mampu meningkatkan kapabilitas dirinya dalam menjalankan tugas dan kewajibannya pada saat ini dan dimasa datang.

Dengan demikian dapatlah difahami bahwa upaya membangun pendidikan karyawan pada setiap perusahaan menjadi perhatian penting dengan kapabilitasnya masing-masing, yang jelas pendidikan diyakini sebagai upaya yang strategis dalam menghadapi ketatnya persaingan di era global. Pada dasarnya pendidikan merupakan investasi dalam modal manusia (human Capital), dan modal manusia bisa dibentuk dan ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan, tanpa pendidikan adalah tidak mungkin modal manusia dapat berkembang. Pendidikan yang dimaksud adalah usaha yang dilakukan perusahaan dalam mempersiapkan karyawannya terutama para teknisi di lapangan karena bidang usaha perusahaan yang bergerak di bidang teknologi produksi yang sarat dengan perkembangan dan perubahan produk. Pendidikan yang dimaksud dapat berupa training, workshop maupun magang pada perusahaan-perusahaan partner maupun principal produk yang ada di luar negeri.

Perusahan industri kecil manufaktur dalam dunia bisnis Human capital dapat melakukan kombinasi faktor-faktor berikut :
  • The traits one brings to the job : intelligence, energy, a generally positive attitude, reliability, commitment.
  • One’s ability to learn : aptitude, imagination, creativity, and what is often called “street smart”, savvy (or how to get things done)
  • One’s motivation toshare information and knowledge team spirit and goal orientation

Hal ini menunjukkan bahwa human capital bagi industri kecil manufaktur merupakan kombinasi faktor-faktor yang sangat diperlukan dalam perkembangan perusahaan, sehingga apabila karyawan mempunyai faktor-faktor tersebut maka peranannya akan terus meningkat, dan inipun akan punya dampak ekonomi baik bagi perusahaan maupun karyawan itu sendiri.

Harus dipahami bahwa modal manusia itu merupakan sesuatu yang melekat dalam diri perusahaan, dan dengan memahami konsep  pendidikan dan human capital dapatlah difahami bahwa kemampuan-kemampuan yang ada pada manusia/karyawan (human capital) pada dasarnya adalah merupakan hasil dari suatu proses pendidikan, pendidikan merupakan upaya untuk membentuk human capital yang berkualitas, dengan human capital yang berkualitas maka produktivitas perusahaan akan makin meningkat yang berarti profitabilitas akan tumbuh dan berkembang sehingga perkembangan usaha dapat semakin cepat.

Pentingnya pendidikan dalam meningkatkan kualitas karyawan makin diperkuat dengan kecenderungan yang terus berkembang tentang makin pentingnya posisi pengetahuan dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era global dewasa ini. Berkembangnya manajemen pengetahuan dalam mengelola SDM menjadikan perlunya perusahaan melakukan antisipasi terhadapnya, hal ini didasarkan pada alasan-alasan berikut.
  1. Perusahaan bertanggung jawab dalam membina karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya yang dapat bermanfaat dan atau dimanfaatkan untuk menjalankan perannya di perusahaan
  2. Oleh karena itu maka perusahaan harus mengelola pengetahuan karyawannya guna mencapai tujuan yang ditetapkan yang meningkatkan kualitas SDM baik dalam pengetahuan, keterampilan, maupun sikap yang nantinya akan sangat bermanfaat bagi kehidupan perusahaan

Dengan demikian disamping perusahaan perlu mengaplikasikan manajemen pengetahuan dimana pembelajaran menjadi hal yang penting di dalamnya, juga harus menjadikan karyawannya menjadi manusia pembelajar yang akan tetap mampu dalam menghadapi perubahan yang terus bergerak dengan cepat. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa pendidikan yang dilakukan di perusahaan dalam arti transfer ilmu pengetahuan tidak akan memadai untuk menghadapi kecepatan perubahan, oleh karena itu karyawan mesti dibina menjadi orang yang selalu belajar sehingga dapat terus adaptif dan antisipatif terhadap perubahan, sehingga perubahan yang terjadi dapat memberi manfaat bagi perusahaan.

Dalam masyarakat pengetahuan, perusahaan perlu mendesain organisasinya menjadi organisasi yang mampu menumbuhkan kreativitas dan kecerdasan jika tidak ingin ketinggalan. Proses pembelajaran di perusahaan harus mampu mendidik para karyawan menjadi orang-orang kreatif, dan ini hanya mungkin dilaksanakan bila perusahaan itu sendiri menjadi organisasi pembelajar dimana seluruh anggota organisasi mampu meningkatkan kemampuan belajarnya dalam rangka meningkatkan kemampuan organisasi dalam menghadapi berbagai perubahan, bahkan perlu terus diupayakan lebih jauh agar perusahaan dapat melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap perubahan yang mungkin terjadi, dan ini berarti pembelajaran adaptif perlu terus dibarengi dengan pembelajaran generatif yang merupakan ciri dari organisasi pembelajar (learning organization).

Dengan demikian setiap perusahaan sebagai sebuah organisasi tidak bisa lagi melakukan respon yang biasa dalam menghadapi kenyataan tersebut, ini berarti diperlukan komitmen bersama bahwa mendidik dan membelajarkan memerlukan kondisi organisasi yang juga mampu mensinergigan pengetahuan yang ada di dalamnya dan mengintegrasikannya dalam proses pendidikan dan pembelajaran di dunia usaha, dan itu berarti perusahaan perlu menjadi Learning Organization.

Change Without Pain


Pendekatan dalam melakukan perubahan dapat diproses dengan cara pulling out  atau mencabut cara dan kebiasaan lama atau dapat pula dengan cara putting in atau menempatkan cara dan kebiasaan baru. Cara untuk melakukan perubahan sebaiknya tidak dilakukan dengan cara creative dustruction yaitu melakukan penghancuran dan mengganti dengan mengurangi pekerja, me-reengineering proses, merombak struktur, akulturisasi kembali seluruh tenaga kerja, atau menggantikan jaringan social dengan jaringan computer. Creative dustruction dapat diartikan sebagai pendekatan pulling out karena mencabut/menghancurkan yang ada dan menggantinya dengan yang baru.

Abrahamson mengatakan bahwa pendekatan perubahan sebaiknya dilakukan dengan creative recombination, yaitu mencabut apa yang sudah kita miliki dan mengkombinasikan kembali dalam bentuk baru dan berhasil. Perubahan dapat dilakukan tanpa menimbulkan kepusingan, change without pain, apabila dilakukan dengan cara creative recombination, mengkombinasikan ulang secara kreatif karena bersifat kurang mengganggu. Creative recombination  ini dapat diartikan sebagai pendekatan putting in karena cara-cara lama dikombinasikan kembali ke dalam bentuk yang baru. Menurut Abrahamson, untuk melakukan perubahan tanpa menimbulkan kepusingan atau change without pain, diperlukan adanya 5 faktor yang dikombinasikan atau digabungkan kembali dalam rangka perubahan yaitu :
1.    People (orang), orang dalam suatu organisasi adalah pekerja, yang membangun network atau jaringan kerja ,
2.    Networks (jaringan), atau jaringan kerja dibangun oleh pekerja satu sama lain dengan menukar informasi, kebaikan, sumber daya dan bahkan gossip melaui system informasi organisasi,
3.    Culture (budaya), meliputi nilai-nilainya (misalnya dalam pengambilan keputusan yang dilakukan melalui consensus), norma-norma (apa yang dipertimbangkan perusahaan sebagai perilaku normal, seperti bekerja lewat tengah malam pada akhir minggu), dan peran informal (menjadi mentor informal) 
4.    Process (proses), merupakan kegiatan pembaruan, seperti pembelian, produksi atau distribusi, yang memungkinkan perusahaan mengubah masukan seperti bahan baku, buruh atau capital menjadi keluaran sebagai produk atau jasa,
5.    Structure (struktur), merupakan kotak organisasi, garis komunikasi dan pelaporan, staffing, mekanisme pengawasan yang ditempatkan manajer untuk memastikan bahwa pekerja menjalan proses secara efektif dan efisien.  

Ketika melakukan perubahan melalui creative recombination bukan dengan cara menggantikan orang, network, kultur, proses dan struktur yang sudah ada menggantikannya dengan yang baru, namun dengan mengkombinasikan kembali apa yang sudah dimiliki. Dengan kata lain, kita hanya melihat bagian yang ada dari arsitektur organisasi untuk solusi perubahan.

Cara yang dapat dilakukan untuk mengkombinasikan kembali 5 faktor tersebut adalah dengan cara :
1.    Cloning, merupakan cara yang paling mudah sepajang yang dicloning dapat dipertukarkan dengan lingkungan baru yang akan digunakan. Dengan demikian clones adalah recombinant yang mempunyai property sama dengan program informasi teknologi sehingga arti yang sama dapat dipergunakan, tanpa modifikasi, untuk mencapai hasil yang sama dengan berhasil di bagian lain perusahaan,
2.    Customizing, dalam hal ini perubahan tidak sekedar meng-clone recombinant tertentu, tapi harus customize, atau membiasakan diri dengan maksud untuk mengkombinasikan ulang dan melakukan perubahan. Harus mengubah agar cocok dengan bidang yang berbeda dalam organisasi, atau melakukan secra berbeda harus memodifikasi alat untuk mencapai hasil yang sama dengan berhasil pada bagian perusahaan lainnya,
3.    Translating, factor-faktor yang dikombinasikan sering sangat tidak kompatibel dengan konteks baru. Oleh karena itu, perlu menerjemahkan bagaimana membantu mereka merngkombinasikan dengan lebih berhasil tanpa mengalami kepusingan. Dengan kata lain, perlu menginterpretasikan, menemukan kembali, dan memandangnya berguna dalam situasi baru.
         
       Pendekatan perubahan Abrahamson ini sedikit banyak berkaitan dengan konsep True Change  dari Janice A. Klein degan pendekatan Push Change dan Pull Change, karena konsep True Change tidak menggantikan yang sudah ada dengan yang baru, individu dalam organisasi bekerja dalam budaya yang sudah ada dan menemukan peluang di mana mereka menggunakan perspektif unik untuk membantu menyelesaikan tantangan perubahan organisasi, dalam konteks ini perubahan dilakukan dari dalam tanpa menggunakan agen perubahan dari luar, hanya saja dalam konsep Janice A. Klein ini diterapkan dalam situasi yang berbeda dimana pull change  dimulai ketika pengguna akhir, yaitu orang yang perlu mengubah perilaku atau bagaimana operasi sekarang berfungsi, melihat kesenjangan sekarang dengan apa yang diperlukan untuk mencapai sasaran, tetapi apabila kelompok mencapai sasaran dan pegguna akhir tidak mengeluh, suatu gagasan untuk perubahan mungkin tidak akan didengarkan, karena setiap orang berbahagia dengan status quo. Ini hanya sekedar push change pada masalah yang belum ada. Push change dilakukan untuk tujuan umum, sedang pull change adalah spesifik untuk situasi tertentu. Orang yang menciptakan true change berasal dari inside, tidak dari outside, atau semata-mata dari pimpinan organisasi. Menemukan peluang yang memungkinkan true change ditarik ke tempat pekerjaan adalah peran yang hanya dapat dimainkan oleh insiders di dalam organisasi yang dapat melangkah ke belakang dan mengenalkan 2 topi, sebagai insider dan outsider. Pekerja dinamakan sebagai outsider-insider karena mereka sekaligus pada saat yang sama sebagai inder dan juga outsider. Sebagai Insider mereka memahami keadaan sehari-hari organisasi, sangat memperhatikan dan ingin memperbaikinya. Mereka nyaman bekerja dalam budaya yang ada, tetapi juga dapat melangkah ke belakang dan melihat bagaimana pekerjaan berjalan degan kinerja optimal.

Kepemimpinan Efektif Di Perguruan Tinggi


Effective Leadership (kepemimpinan efektif) memiliki pengertian sebagai kepemimpinan yang yang mampu mengambil keputusan yang tepat dimana effective leader menciptakan visi masa depan, memperjelas reward atas kontribusi terhadap masa depan, model perilaku yang tepat dan memberi inspirasi tenaga kerja melalui keterampilan komunikasi. Dalam kepemimpinan efektif, manajer terampil menciptakan win-win situation untuk individu dan organisasi. Pemimpin yang efektif melihat pandangan orang lain. Ia menekankan manfaat kerja sama, bukannya menuntut kerjasama dari para pengikutnya. Sementara itu Shared Leadership (kepemimpinan partisipatif) adalah menyangkut usaha-usaha seorang pemimpin untuk mendorong dan memudahkan partisipasi oleh orang lain dalam membuat keputusan-keputusan yang tidak dibuat oleh pemimpin itu sendiri. Gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan. Adapun aspek-aspek dalam gaya kepemimpinan partisipatif mencakup konsultasi, pengambilan keputusan bersama, membagi kekuasaan, desentralisasi dan manajemen yang demokratis. Indikator langsung dari adanya kepemimpinan partisipatif ini terletak pada perilaku para pengikutnya yang didasarkan pada persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan yang digunakan oleh sebab itu kepemimpinan partisipatif dapat didefinisikan sebagai persamaan kekuatan dan sharing dalam pemecahan masalah dengan bawahan dengan melakukan konsultasi dengan bawahan sebelum membuat keputusan.

Pada institusi pendidikan tinggi lebih tepat dipergunakan gaya kepemimpinan partisipatif (shared leadership) dimana Dekan sebagai pimpinan tertinggi unit kerja (fakultas) melibatkan para wakilnya dalam pengambilan keputusan, jabatan setingkat Ketua Program Studi dan kepala bagian berhak memberikan usulan dalam pengambilan keputusan demikian pula halnya dengan para dosen boleh memberikan usulan melalui ketua program studi dan staf administrasi memberikan usulan melalui kepala bagian terkait. Saya sepakat dengan hal ini dengan pertimbangan bahwa gaya kepimpinan partisipatif ini banyak memberikan keuntungan yaitu terutama dapat secara efektif menggantikan hirarki, membangun kader leadership talent dan mendukung manajemen perubahan secara efektif selain itu kepemimpinan partisipatif memberikan manfaat-manfaat potensial, tetapi keberadaan manfaat tersebut bergantung kepada partisipan, banyaknya pengaruh yang dimiliki partisipan, dan aspek-aspek lain situasi keputusan. Empat manfaat potensial termasuk kualitas keputusan yang lebih baik, penerimaan keputusan yang lebih baik oleh partisipan, kepuasan lebih tinggi dengan proses pengambilan keputusan yang ada, dan pengembangan keahlian pengambilan keputusan. Melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan cenderung meningkatkan kualitas keputusan ketika partisipan memiliki informasi dan pengetahuan yang tidak dimiliki atasannya dan bersedia bekerja sama dalam menemukan solusi yang baik untuk masalah yang dihadapi.

Jumat, 24 Agustus 2012

Orientasi Baru HRM

Hal baru yang menjadi orientasi baru perusahaan dalam HRM seperti yang terkait pada fungsi yang dijalankan oleh Divisi HRD sebuah perusahaan, menyangkut pada fungsi :
  • Keselamatan dah kesehatan kerja (employment security and health). Mencakup pada perancangan pekerjaan yang mendorong kondisi safety dan pemberlakuan peraturan-peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
  • Cross Utilization and Cross Trainning. Dengan adanya orang yang melakukan pekerjaan ganda, akan memiliki sejumlah keuntungan potensial bagi perusahaan. Dengan melakukan sesuatu lebih banyak dapat membuat pekerjaan yang dilakukan lebih menarik. Adanya keragaman dalam pekerjaan mengijinkan adanya suatu perubahan yang cepat dalam aktivitas, dan secara potensial akan memberikan perubahan kemampuan karyawan untuk berhubungan dengan sesama. Masing-masing bentuk keragaman ini dapat membuat kehidupan kerja lebih menantang.
  •  Symbolic egalitarian. Egalitarianism yaitu sejumlah cara untuk memberikan tanda bahwa bagi orang dari dalam perusahaan, maupun orang dari luar perusahaan memiliki kesamaan komparatif. Dapat dicontokan di sini dengan tidak diberlakukannya tempat khusus untuk arena parkir. Egalitariarism ini membuat semua aktivitas dan tindakan berjalan lebih lancar dan lebih mudah, karena tidak adanya perbedaan status. Dalam konteks ini semua orang adalah sederajat.
  • Wage compression. Tugas yang saling tergantung dan memerlukan kerjasama sangat membantu untuk menyelesaikan tugas. Kompresi bayaran dengan mengurangi kompetisi interpersonal dan meningkatkan kerjasama pada gilirannya akan mengarah pada efisiensi.
  • Promotion from within. Mendorong pelatihan dan pengembangan keahlian karena tersedianya kesempatan dan peluang promosi dalam perusahaan bagi para pekerja. Promosi dari dalam pekerjaan akan memberikan fasilitas desentralisasi, partisipasi dan delegasi karena hal ini membantu mempromosikan rasa percaya antar tingkatan hirarki, promosi dari dalam perusahaan, dapat diartikan bahwa supervisor bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan upaya bawahannya.
 Lingkungan bisnis telah mengalami perubahan secara fundamental. Perubahan-perubahan tersebut menuntut perubahan peran MSDM yang lebih kompleks dan lebih baik dari sebelumnya Sumber daya menjadi asset kritis organisasi. Hal ini berarti SDM tidak hanya sekedar diikutsertakan dalam filosofi perusahaan tetapi juga dalam proses perencanaan strategis. Meningkatnya isu-isu bisnis yang terkait dengan SDM memiliki pengaruh kuat pada manajer sumber daya manusia dan manajer fungsional dalam organisasi. Sumber daya manusia memerlukan pengelolaan yang efekti agar dapat menciptakan kompetensi bagi perusahaan. Dengan demikian daya saing organisasi dalam menghadapi globalisasi akan meningkat. Selain itu maraknya fenomena diversitas SDM diharapkan dapat menjadi sumber keunggulan bersaing bagi perusahaan.

Pengelolaan SDM dituntut lebih proaktif dan responsif. Segala aktivitas yang dilakukan harus dapat mengantisipasi berbagai perkembangan yang terjadi, kemudian melakukan tindakan-tindakan untuk mengahadapi isu-isu bisnis yang berkaitan dengan SDM. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) telah berubah dari fungsi spesialisasi yang berdiri sendiri menjadi fungsi yang terintegrasi dengan seluruh fungsi-fungsi lain dalam organisasi, untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Berubahnya fungsi dan pusat perhatian MSDM memerlukan perubahan kualifikasi pengelola MSDM agar dapat mengikuti perkembangan dan memberikan tanggapan yang sesuai.

Sudah semestinya, perhitungan perusahaan saat ini ditujukan pada pengembangan pengelolaan SDM secara kontinyu dan signifikan. Pengembangan pengelolaan SDM harus memenuhi kebutuhan organisasi dan tuntutan perkembangan. Tidak bisa dipungkiri dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi pengelolaan SDM diarahkan untuk mendukung bisnis yang luas dan berkembang. Pada dasarnya bisa dikatakan bahwa untuk bertahan dalam persaingan maka pengelolaan SDM memberikan suatu peran strategis, dengan memastikan bahwa kompetensi karyawan dapat memenuhi tuntutan kinerja organisasi saat ini.

Peran dari Fungsi SDM dan para praktisinya saat ini dan di masa yang akan datang harus pararel dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam perusahaannya yang senantiasa berubah dengan cepat, sejalan dengan terjadinya globalisasi. Dalam atmosfir perusahaan seperti ini Fungsi SDM dan para praktisinya dituntut untuk mulai melakukan perubahan yang mendasar dalam memainkan perannya di perusahaan. Dengan perubahan ini, maka Fungsi SDM dan para praktisinya dapat memberikan nilai tambah kepada bisnis perusahaan. Mereka harus mampu untuk menjadi mitra strategis yang handal bagi pimpinan puncak perusahaan, ahli di bidang administrasi, pendukung dan pendorong kemajuan karyawan, dan agen perubahan yang selalu siap untuk menjadi katalisator terhadap perubahan yang digulirkan oleh perusahaan. Peran tradisional sebagai pelaksana administrasi dan penjaga peraturan sudah selayaknya diperbaharui dan diperluas. Untuk mewujudkan peran seperti yang diharapkan di atas, tentunya memerlukan kerja keras dan tekad yang kuat dari para praktisi SDM untuk secara terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya di bidang-bidang yang selama ini mungkin kurang mendapatkan perhatian, seperti bisnis dan finansial, maupun di bidang-bidang yang selama ini menjadi bagian dari Fungsi SDM (Rekrutmen dan Seleksi, Pelatihan, Administrasi Personalia, Hubungan Industrial, dsbnya) . Investasi di bidang sistim informasi SDM juga layak untuk dipertimbangkan, sebagai salah cara yang dapat dilakukan untuk membuat kinerja dari Fungsi SDM menjadi lebih efisien dan efektif.



Referensi :
  
  1. Christoper, A.B., dan S. Ghosal. 1992. “What Is a Global Manager ?”. Harvard Business Review. September-October: 124-132.
  2.  Copeland, L. 1988. “Valuing Diversity: Pioneer and Champions of Change”. Personnel.July: 48.
  3.  Cox, T.H., dan S. Blake. 1991. “Managing Cultural Diversity: Implications for Organizational Competitiveness”. Academy of Management Executive. 5: 45-56.
  4.  Flaherty, M.T. 1996. Global Operation Management. New York: McGraw Hill, Inc.
  5.  Foster, R.P. 1988. “Work Force Diversity and Business”. Training and Development Journal. April: 39.
  6.  Hammer, M., dan J. Champy. 1993. Reengeenering The Corporation: A Manifesto for Business Revolution. New York: Harper Business.
  7.  Pfeffer, J.. 1995. “Producing Sustained Competitive Advantage Through the Effective Management of People”. Academy Management Executive. Vol. 9, No 1:55-72.
  8.  Lawrence, S. 1989. “Voice of Human Resources Experience”. Personnel Journal. April:61-75.
  9.  Ohmae, K. 1995. The End of the Nation State: The Rise of Regional Economies. New York: The Free Press.
  10.  Schuller, R.S. 1990. “Repositioning The Human Resources Function: Transforming or Demise”. Academy Management Executive. Vol. 4, No. 3: 49-59.
  11.  Schuller, R.S., dan S.E. Jackson. 1988. “Customerizing the Human Resources Department”. Personnel. June: 36-44.
  12.  Simamora, H. 1993. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi I. Yogyakarta, Bagian Penerbitan STIE YKPN.