Ketika kita meminta kekuatan kpd Tuhan dalam menghadapi sesuatu, sejatinya Tuhan akan memberikan kesempatan kpd kita utk menggali kekuatan diri kitasendiri karena kekuatan akan diperoleh melalui kesungguhan dan kesabaran ......
Ketika kita meminta perlindungan kpd Tuhan atas sesuatu, sejatinya Tuhan akan memberikan kesempatan kepada kita utk berlindung kpd Nya melalui sabar dan usaha bukan berlindung kpd selain diri Nya ......
Mintalah kpd Ku niscaya akan ku beri ..... kira-kira begitulah Tuhan berjanji namun masalahnya adalah bukan seberapa banyak yg Tuhan berikan kpd kita tetapi seberapa banyak yg mampu kita terima apapun yg Tuhan bagikan kpd kita dg ikhlas ......
........ ekaerka .......
| Niat | Berdoa | Berusaha | Berbagi | Bersyukur | Ikhlas |
Rabu, 21 Januari 2015
Sabtu, 25 Agustus 2012
Tuhan pasti mengabulkan doa .....
Tuhan menjamin pengkabulan doa sesuai dengan yang Dia pilih untuk kita bukan menurut apa yang kita pilih/inginkan sendiri, dan pada saat yang Dia kehendaki bukan pada waktu yang kita inginkan karena Tuhan yang paling tahu keadaan diri kita. (Qs. 2:186, 40:60, 42:26)
Terkait dengan doa, yang sering menjadi kesalahan kita adalah : kita sering tidak sabar dengan ketentuannya (Qs.17:11) atau kita sering tidak istiqomah, keinginan yang kita panjatkan dalam doa sering berubah-ubah dan bahkan doa sering kita perlakukan sebagai garansi tanpa batas.
Tidaklah layak kita meragukan Tuhan karena sesungguhnya apa yang kita anggap sebagai tidak terkabulkannya doa sebenarnya berkaitan dengan diri kita sendiri, ada hijab antara antara apa yang kita inginkan dengan ketetapan pengkabulan doa yang Tuhan berikan. Hijab tersebut bisa berupa aib yang ada pada diri kita sehingga Tuhan menggantikan keinginan kita dengan menutup aib kita agar tidak diketahui orang lain atau mungkin saja keinginan kita tidak terwujud karena keadaan diri kita belum siap menerima apa yang kita inginkan dan mungkin juga karena keinginan kita buruk di mata Tuhan walaupun kita anggap itu sebagai keinginan yang baik dan bisa juga karena doa kita tertolak karena terhijab oleh sifat tercela kita. Wallahu'alam ....
Yang pasti adalah Tuhan memberikan sesuatu sesuai dengan ukuran Nya bukan berdasarkan kelayakan seseorang menurut dirinya sendiri sehingga tidak sepantasnya kita mempertanyakan kebijakan Tuhan sebab Tuhan berbuat menurut kehendak Nya bukan menurut kehendak kita sebagai hamba karena keinginan kita boleh jadi bercampur dengan hawa nafsu.
Terkait dengan doa, yang sering menjadi kesalahan kita adalah : kita sering tidak sabar dengan ketentuannya (Qs.17:11) atau kita sering tidak istiqomah, keinginan yang kita panjatkan dalam doa sering berubah-ubah dan bahkan doa sering kita perlakukan sebagai garansi tanpa batas.
Tidaklah layak kita meragukan Tuhan karena sesungguhnya apa yang kita anggap sebagai tidak terkabulkannya doa sebenarnya berkaitan dengan diri kita sendiri, ada hijab antara antara apa yang kita inginkan dengan ketetapan pengkabulan doa yang Tuhan berikan. Hijab tersebut bisa berupa aib yang ada pada diri kita sehingga Tuhan menggantikan keinginan kita dengan menutup aib kita agar tidak diketahui orang lain atau mungkin saja keinginan kita tidak terwujud karena keadaan diri kita belum siap menerima apa yang kita inginkan dan mungkin juga karena keinginan kita buruk di mata Tuhan walaupun kita anggap itu sebagai keinginan yang baik dan bisa juga karena doa kita tertolak karena terhijab oleh sifat tercela kita. Wallahu'alam ....
Yang pasti adalah Tuhan memberikan sesuatu sesuai dengan ukuran Nya bukan berdasarkan kelayakan seseorang menurut dirinya sendiri sehingga tidak sepantasnya kita mempertanyakan kebijakan Tuhan sebab Tuhan berbuat menurut kehendak Nya bukan menurut kehendak kita sebagai hamba karena keinginan kita boleh jadi bercampur dengan hawa nafsu.
Amal dan Ikhlas
Jenis dan kualitas amal (dlm pengertian ibadah) sangat beragam karena kondisi spiritual/hati yang Tuhan berikan juga beragam (Qs. 92:4, 43:32, 6:165, 17:84). Untuk itu beramal lah sesuai dengan kemampuan masing-masing, sedikit tapi tetap istiqamah dan tingkatkan terus menerus.
Amal tdk bisa dipisahkan dari ikhlas, amal tanpa keikhlasan tidak akan berbuah kebaikan bahkan percuma. Jika dianalogikan bahwa amal adalah tubuh/jasad maka ikhlas adalah ruh nya. Tugas kita adalah menjaga keikhlasan dengan selalu meminta pertolongan Tuhan, memelihara kedekatan dengan Nya dan meluruskan niat. Fokuslah hanya kepada Tuhan bukan kepada amal yang dilakukan karena tanpa kuasa dan kehendak Tuhan manusia tidak dapat melakukan amal ibadah. Seringnya kita adalah mengesampingkan Tuhan dengan berfokus kepada pahala dari setiap perbuatan baik yag kita lakukan. Padahal jika amal dilakukan dengan ikhlas sudah barang tentu pahala akan mengalir.
Sandarkanlah setiap amal perbuatan yang dilakukan hanya karena Sang Pemilik Kehidupan, bukan kepada amal perbuatannya itu sendiri bahkan kepada pahalanya semata, disitulah letak kesadaran keikhlasan dimulai.
Amal tdk bisa dipisahkan dari ikhlas, amal tanpa keikhlasan tidak akan berbuah kebaikan bahkan percuma. Jika dianalogikan bahwa amal adalah tubuh/jasad maka ikhlas adalah ruh nya. Tugas kita adalah menjaga keikhlasan dengan selalu meminta pertolongan Tuhan, memelihara kedekatan dengan Nya dan meluruskan niat. Fokuslah hanya kepada Tuhan bukan kepada amal yang dilakukan karena tanpa kuasa dan kehendak Tuhan manusia tidak dapat melakukan amal ibadah. Seringnya kita adalah mengesampingkan Tuhan dengan berfokus kepada pahala dari setiap perbuatan baik yag kita lakukan. Padahal jika amal dilakukan dengan ikhlas sudah barang tentu pahala akan mengalir.
Sandarkanlah setiap amal perbuatan yang dilakukan hanya karena Sang Pemilik Kehidupan, bukan kepada amal perbuatannya itu sendiri bahkan kepada pahalanya semata, disitulah letak kesadaran keikhlasan dimulai.
Human Capital Management (Kajian Kritis Pada Industri Kecil Manufaktur Berteknologi Tinggi)
Dalam kaitan
dengan semakin ketatnya persaingan usaha, industri kecil manufaktur di
indonesia harus memaknai bahwa sukses bersaing organisasi bisa dicapai dengan
pengelolaan SDM (karyawan) potensial yang dimilikinya. SDM bisa dijadikan
sebagai sumber keunggulan kompetitif lestari serta tidak mudah ditiru pesaing
karena :
1. Sukses bersaing yang diperoleh dari
pengelolaan SDM secara efektif tidak setransparan mengelola SDM lainnya,
seperti melihat komputerisasi sistem informasi yang terdiri atas semikonduktor
dan sejumlah mesin pengontrol.
2. Bagaimana SDM dikelola dipengaruhi
oleh budaya. Budaya organisasi akan mempengaruhi ketrampilan, kemampuan SDM,
serta kesesuaiannya dengan system yang ada.
Proses pelaksaaan Human Capital Management pada industri kecil manufaktur harus
dimulai dengn melakukan redefinisi Stakeholder dengan menempatkan People
termasuk didalamnya adalah Employee, serta penempatan Business Ethics
merupakan Balancing terhadap kemungkinan negatif dari implementasi Human
Capital Management dengan pengukuran Return On Ivestmentnya terhadap
karyawan sebagai investasi memberikan tuntutan keras bagi pengembangan karyawan
dalam Hard Skill dan Soft Skillnya. Tuntutan Global Changes
memberikan implikasi pada adanya Soft Skills karyawan pada kemampuan
adaptasi (Adaptive Respons) yang relatif membutuhkan waktu proses agak
lama diantisipasi dengan banyaknya pelatihan serta Job Rotation &
Promotion pada skala global dengan membebaskan ruang departementalisasi dan
wilayah yang tentunya diimbangi dengan pola Partnership & Supply Chain
terhadap Employee. Hal ini
dilakukan karena perkembangan pasar industri kecil manufaktur di mana customer
mulai berkembang yang tidak hanya di dalam negeri tetapi juga customer dari
luar negeri. Developing Global Talent dan Cracking The Code for Talent adalah
prioritas yang dilakukan dalam antisipasi Employee turn Over dimulai
sejak Recruitment disertai kejelasan Carier Track Record & Path
serta peluang bekerja global adalah komitmen yang dibina perusahaan dengan
karyawan sejak awal disertai pengukuran kinerja What They Produce – Return
On Investment – ROI. Dimulai sejak penyetaraan budaya personel terhadap
budaya bisnis perusahaan dengan kesinambungan dan berstruktur serta kejelasan
dalam pencapaian dan kemungkinan untuk masa depannya yang disertai dengan
komitment perusahaan dengan pola Partnership.pengembangan ini merupakan
juga strategi dalam antisipasi Employee turn Over dan Penghindaran atas
mahalnya biaya pemutusan tenaga kerja.
Collaboration intra dan ekstra organisasi tanpa
batasan wilayah, termasuk komunikasi dengan alumni perusahaan dengan membangun Virtual
Community, merupakan salah satu bentuk soliditas antara karyawan dengan
perusahaan dengan kebutuhan pada infrastruktur komunikasi data secara on-line
memberikan dukungan pula pada pola evaluasi analitis dari kinerja karyawan
serta meningkatkan performa transfer knowledge diantara sesama karyawan
dan dengan perusahaan dengan Knowledge Information Systemnya dan bahkan
keterbukaannya pada publik mengarahkan pada citra positifnya. Perusahaan perlu mengembangkan pola kolaborasi dan menggunakan pendekatan Mentor
pada leadershipnya untuk menjembatani Future Business Gap, Media
komunikasi dengan Virtual Community merupakan bagian dalam proses
mengurangi Gap tersebut.
Partnership serta Employee Supply Chain
bagi perusahaan secara tidak langsung merupakan cara dalam proses Humanisasi
– Human Capital Management. Namun untuk lebih jauh mengenai hal ini
diperlukan analisa dan evaluasi lebih lanjut bagi pengembangan pemahaman atas Humanisasi
atau Dehumanisasi sebagai Implikasi dari penerapan Human Capital
Management.
Perubahan
kehudipan dunia industri dalam berbagai bidangnya akibat globalisasi dan
perkembangan teknologi informasi yang cepat memerlukan sikap adaptif sekaligus
antisipatif. Mempersiapkan karyawan yang berkualitas dan kompetitif jelas
merupakan suatu keharusan agar mereka dapat menghadapi berbagai tantangan yang
terjadi sebagai dampak dari perubahan tersbut. Untuk itu pendidikan pada karyawan nampaknya dapat menjadi salah satu cara
mempersiapkannya, dengan pendidikan kualitas SDM dapat ditingkatkan, dengan pendidikan
pengetahuan karyawan dapat dikembangkan sehingga mampu meningkatkan kapabilitas
dirinya dalam menjalankan tugas dan kewajibannya pada saat ini dan dimasa
datang.
Dengan
demikian dapatlah difahami bahwa upaya membangun pendidikan karyawan pada
setiap perusahaan menjadi perhatian penting dengan kapabilitasnya
masing-masing, yang jelas pendidikan diyakini sebagai upaya yang strategis
dalam menghadapi ketatnya persaingan di era global. Pada dasarnya pendidikan
merupakan investasi dalam modal manusia (human Capital), dan modal manusia bisa
dibentuk dan ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan, tanpa pendidikan
adalah tidak mungkin modal manusia dapat berkembang. Pendidikan yang dimaksud
adalah usaha yang dilakukan perusahaan dalam mempersiapkan karyawannya terutama
para teknisi di lapangan karena bidang usaha perusahaan yang bergerak di bidang
teknologi produksi yang sarat dengan perkembangan dan perubahan produk.
Pendidikan yang dimaksud dapat berupa training, workshop maupun magang pada
perusahaan-perusahaan partner maupun principal produk yang ada di luar negeri.
Perusahan
industri kecil manufaktur dalam dunia bisnis Human capital dapat melakukan
kombinasi faktor-faktor berikut :
- The traits one brings to the job : intelligence, energy, a generally positive attitude, reliability, commitment.
- One’s ability to learn : aptitude, imagination, creativity, and what is often called “street smart”, savvy (or how to get things done)
- One’s motivation toshare information and knowledge team spirit and goal orientation
Hal
ini menunjukkan bahwa human capital bagi industri kecil manufaktur merupakan
kombinasi faktor-faktor yang sangat diperlukan dalam perkembangan perusahaan, sehingga
apabila karyawan mempunyai faktor-faktor tersebut maka peranannya akan terus
meningkat, dan inipun akan punya dampak ekonomi baik bagi perusahaan maupun
karyawan itu sendiri.
Harus
dipahami bahwa modal manusia itu merupakan sesuatu yang melekat dalam diri
perusahaan, dan dengan memahami konsep pendidikan dan human capital dapatlah difahami
bahwa kemampuan-kemampuan yang ada pada manusia/karyawan (human capital) pada
dasarnya adalah merupakan hasil dari suatu proses pendidikan, pendidikan
merupakan upaya untuk membentuk human capital yang berkualitas, dengan human
capital yang berkualitas maka produktivitas perusahaan akan makin meningkat
yang berarti profitabilitas akan tumbuh dan berkembang sehingga perkembangan
usaha dapat semakin cepat.
Pentingnya
pendidikan dalam meningkatkan kualitas karyawan makin diperkuat dengan
kecenderungan yang terus berkembang tentang makin pentingnya posisi pengetahuan
dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era global dewasa
ini. Berkembangnya manajemen pengetahuan dalam mengelola SDM menjadikan perlunya
perusahaan melakukan antisipasi terhadapnya, hal ini didasarkan pada
alasan-alasan berikut.
- Perusahaan bertanggung jawab dalam membina karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya yang dapat bermanfaat dan atau dimanfaatkan untuk menjalankan perannya di perusahaan
- Oleh karena itu maka perusahaan harus mengelola pengetahuan karyawannya guna mencapai tujuan yang ditetapkan yang meningkatkan kualitas SDM baik dalam pengetahuan, keterampilan, maupun sikap yang nantinya akan sangat bermanfaat bagi kehidupan perusahaan
Dengan
demikian disamping perusahaan perlu mengaplikasikan manajemen pengetahuan
dimana pembelajaran menjadi hal yang penting di dalamnya, juga harus menjadikan
karyawannya menjadi manusia pembelajar yang akan tetap mampu dalam menghadapi
perubahan yang terus bergerak dengan cepat. Hal ini didasari oleh kenyataan
bahwa pendidikan yang dilakukan di perusahaan dalam arti transfer ilmu
pengetahuan tidak akan memadai untuk menghadapi kecepatan perubahan, oleh
karena itu karyawan mesti dibina menjadi orang yang selalu belajar sehingga
dapat terus adaptif dan antisipatif terhadap perubahan, sehingga perubahan yang
terjadi dapat memberi manfaat bagi perusahaan.
Dalam masyarakat pengetahuan, perusahaan perlu mendesain organisasinya menjadi organisasi yang mampu
menumbuhkan kreativitas dan kecerdasan jika tidak ingin ketinggalan. Proses
pembelajaran di perusahaan harus mampu
mendidik para karyawan menjadi
orang-orang kreatif, dan ini hanya mungkin dilaksanakan bila perusahaan itu sendiri menjadi organisasi pembelajar dimana seluruh anggota
organisasi mampu meningkatkan kemampuan belajarnya dalam rangka meningkatkan
kemampuan organisasi dalam menghadapi berbagai perubahan, bahkan perlu terus
diupayakan lebih jauh agar perusahaan dapat
melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap perubahan yang mungkin terjadi,
dan ini berarti pembelajaran adaptif perlu terus dibarengi dengan pembelajaran
generatif yang merupakan ciri dari organisasi pembelajar (learning organization).
Dengan
demikian setiap perusahaan sebagai sebuah organisasi tidak bisa lagi melakukan
respon yang biasa dalam menghadapi kenyataan tersebut, ini berarti diperlukan
komitmen bersama bahwa mendidik dan membelajarkan memerlukan kondisi organisasi
yang juga mampu mensinergigan pengetahuan yang ada di dalamnya dan
mengintegrasikannya dalam proses pendidikan dan pembelajaran di dunia usaha, dan
itu berarti perusahaan perlu menjadi Learning Organization.
Change Without Pain
Pendekatan
dalam melakukan perubahan dapat diproses dengan cara pulling out atau mencabut
cara dan kebiasaan lama atau dapat pula dengan cara putting in atau menempatkan cara dan kebiasaan baru. Cara untuk
melakukan perubahan sebaiknya tidak
dilakukan dengan cara creative
dustruction yaitu melakukan penghancuran dan mengganti dengan mengurangi
pekerja, me-reengineering proses, merombak struktur, akulturisasi kembali
seluruh tenaga kerja, atau menggantikan jaringan social dengan jaringan
computer. Creative dustruction dapat
diartikan sebagai pendekatan pulling out
karena mencabut/menghancurkan yang ada dan menggantinya dengan yang baru.
Abrahamson
mengatakan bahwa pendekatan perubahan sebaiknya dilakukan dengan creative recombination, yaitu mencabut
apa yang sudah kita miliki dan mengkombinasikan kembali dalam bentuk baru dan
berhasil. Perubahan dapat dilakukan tanpa menimbulkan kepusingan, change without pain, apabila dilakukan
dengan cara creative recombination,
mengkombinasikan ulang secara kreatif karena bersifat kurang mengganggu. Creative recombination ini dapat diartikan sebagai pendekatan putting in karena cara-cara lama
dikombinasikan kembali ke dalam bentuk yang baru. Menurut Abrahamson, untuk melakukan perubahan tanpa menimbulkan kepusingan
atau change without pain, diperlukan
adanya 5 faktor yang dikombinasikan atau digabungkan kembali dalam rangka
perubahan yaitu :
1.
People (orang), orang dalam
suatu organisasi adalah pekerja, yang membangun network atau jaringan kerja ,
2.
Networks (jaringan), atau jaringan
kerja dibangun oleh pekerja satu sama lain dengan menukar informasi, kebaikan,
sumber daya dan bahkan gossip melaui system informasi organisasi,
3.
Culture (budaya), meliputi
nilai-nilainya (misalnya dalam pengambilan keputusan yang dilakukan melalui
consensus), norma-norma (apa yang dipertimbangkan perusahaan sebagai perilaku
normal, seperti bekerja lewat tengah malam pada akhir minggu), dan peran
informal (menjadi mentor informal)
4.
Process (proses), merupakan
kegiatan pembaruan, seperti pembelian, produksi atau distribusi, yang
memungkinkan perusahaan mengubah masukan seperti bahan baku, buruh atau capital
menjadi keluaran sebagai produk atau jasa,
5.
Structure (struktur), merupakan
kotak organisasi, garis komunikasi dan pelaporan, staffing, mekanisme
pengawasan yang ditempatkan manajer untuk memastikan bahwa pekerja menjalan
proses secara efektif dan efisien.
Ketika
melakukan perubahan melalui creative
recombination bukan dengan cara menggantikan orang, network, kultur, proses
dan struktur yang sudah ada menggantikannya dengan yang baru, namun dengan
mengkombinasikan kembali apa yang sudah dimiliki. Dengan kata lain, kita hanya
melihat bagian yang ada dari arsitektur organisasi untuk solusi perubahan.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengkombinasikan kembali
5 faktor tersebut adalah dengan cara :
1.
Cloning, merupakan cara yang
paling mudah sepajang yang dicloning dapat dipertukarkan dengan lingkungan baru
yang akan digunakan. Dengan demikian clones
adalah recombinant yang mempunyai
property sama dengan program informasi teknologi sehingga arti yang sama dapat
dipergunakan, tanpa modifikasi, untuk mencapai hasil yang sama dengan berhasil
di bagian lain perusahaan,
2.
Customizing, dalam hal ini perubahan
tidak sekedar meng-clone recombinant
tertentu, tapi harus customize, atau
membiasakan diri dengan maksud untuk mengkombinasikan ulang dan melakukan
perubahan. Harus mengubah agar cocok dengan bidang yang berbeda dalam
organisasi, atau melakukan secra berbeda harus memodifikasi alat untuk mencapai
hasil yang sama dengan berhasil pada bagian perusahaan lainnya,
3.
Translating, factor-faktor yang
dikombinasikan sering sangat tidak kompatibel dengan konteks baru. Oleh karena
itu, perlu menerjemahkan bagaimana membantu mereka merngkombinasikan dengan
lebih berhasil tanpa mengalami kepusingan. Dengan kata lain, perlu
menginterpretasikan, menemukan kembali, dan memandangnya berguna dalam situasi
baru.
Pendekatan perubahan Abrahamson ini
sedikit banyak berkaitan dengan konsep True
Change dari Janice A. Klein degan pendekatan Push Change dan Pull Change, karena konsep True Change tidak
menggantikan yang sudah ada dengan yang baru, individu dalam organisasi bekerja
dalam budaya yang sudah ada dan menemukan peluang di mana mereka menggunakan
perspektif unik untuk membantu menyelesaikan tantangan perubahan organisasi, dalam
konteks ini perubahan dilakukan dari dalam tanpa menggunakan agen perubahan
dari luar, hanya saja dalam konsep Janice
A. Klein ini diterapkan dalam situasi yang berbeda dimana pull change dimulai ketika pengguna akhir, yaitu orang
yang perlu mengubah perilaku atau bagaimana operasi sekarang berfungsi, melihat
kesenjangan sekarang dengan apa yang diperlukan untuk mencapai sasaran, tetapi
apabila kelompok mencapai sasaran dan pegguna akhir tidak mengeluh, suatu gagasan
untuk perubahan mungkin tidak akan didengarkan, karena setiap orang berbahagia
dengan status quo. Ini hanya sekedar push
change pada masalah yang belum ada. Push change dilakukan untuk tujuan
umum, sedang pull change adalah spesifik untuk situasi tertentu. Orang yang
menciptakan true change berasal dari inside, tidak dari outside, atau
semata-mata dari pimpinan organisasi. Menemukan peluang yang memungkinkan true
change ditarik ke tempat pekerjaan adalah peran yang hanya dapat dimainkan oleh
insiders di dalam organisasi yang dapat melangkah ke belakang dan mengenalkan 2
topi, sebagai insider dan outsider. Pekerja dinamakan sebagai outsider-insider
karena mereka sekaligus pada saat yang sama sebagai inder dan juga outsider.
Sebagai Insider
mereka memahami keadaan sehari-hari organisasi, sangat memperhatikan dan ingin
memperbaikinya. Mereka nyaman bekerja dalam budaya yang ada, tetapi juga dapat
melangkah ke belakang dan melihat bagaimana pekerjaan berjalan degan kinerja
optimal.
Kepemimpinan Efektif Di Perguruan Tinggi
Effective Leadership (kepemimpinan efektif) memiliki
pengertian sebagai kepemimpinan yang yang mampu mengambil keputusan yang tepat dimana
effective leader menciptakan visi masa depan, memperjelas reward atas
kontribusi terhadap masa depan, model perilaku yang tepat dan memberi inspirasi
tenaga kerja melalui keterampilan komunikasi. Dalam kepemimpinan efektif,
manajer terampil menciptakan win-win situation untuk individu dan organisasi.
Pemimpin yang efektif melihat pandangan orang lain. Ia menekankan manfaat kerja sama,
bukannya menuntut kerjasama
dari para pengikutnya. Sementara itu Shared Leadership (kepemimpinan
partisipatif) adalah menyangkut
usaha-usaha seorang pemimpin untuk mendorong dan memudahkan partisipasi oleh
orang lain dalam membuat keputusan-keputusan yang tidak dibuat oleh pemimpin
itu sendiri. Gaya
kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang mengikutsertakan bawahan
dalam pengambilan keputusan. Adapun aspek-aspek dalam gaya kepemimpinan partisipatif mencakup
konsultasi, pengambilan keputusan bersama, membagi kekuasaan, desentralisasi
dan manajemen yang demokratis. Indikator langsung dari adanya kepemimpinan
partisipatif ini terletak pada perilaku para pengikutnya yang didasarkan pada
persepsi karyawan terhadap gaya
kepemimpinan yang digunakan oleh sebab itu kepemimpinan partisipatif dapat didefinisikan sebagai
persamaan kekuatan dan sharing dalam pemecahan masalah dengan bawahan dengan
melakukan konsultasi dengan bawahan sebelum membuat keputusan.
Pada institusi pendidikan tinggi lebih tepat dipergunakan gaya kepemimpinan partisipatif
(shared leadership) dimana Dekan sebagai pimpinan tertinggi unit kerja
(fakultas) melibatkan para wakilnya dalam pengambilan keputusan, jabatan
setingkat Ketua Program Studi dan kepala bagian berhak memberikan usulan dalam
pengambilan keputusan demikian pula halnya dengan para dosen boleh memberikan
usulan melalui ketua program studi dan staf administrasi memberikan usulan
melalui kepala bagian terkait. Saya sepakat dengan hal ini dengan pertimbangan
bahwa gaya kepimpinan partisipatif ini banyak memberikan keuntungan yaitu
terutama dapat secara efektif menggantikan hirarki, membangun kader leadership
talent dan mendukung manajemen perubahan secara efektif selain itu kepemimpinan partisipatif
memberikan manfaat-manfaat potensial, tetapi keberadaan manfaat tersebut
bergantung kepada partisipan, banyaknya pengaruh yang dimiliki partisipan, dan
aspek-aspek lain situasi keputusan. Empat manfaat potensial termasuk kualitas
keputusan yang lebih baik, penerimaan keputusan yang lebih baik oleh
partisipan, kepuasan lebih tinggi dengan proses pengambilan keputusan yang ada,
dan pengembangan keahlian pengambilan keputusan. Melibatkan orang lain dalam
pengambilan keputusan cenderung meningkatkan kualitas keputusan ketika
partisipan memiliki informasi dan pengetahuan yang tidak dimiliki atasannya dan
bersedia bekerja sama dalam menemukan solusi yang baik untuk masalah yang
dihadapi.
Jumat, 24 Agustus 2012
Orientasi Baru HRM
Hal baru yang menjadi orientasi baru perusahaan dalam
HRM seperti yang terkait pada fungsi yang dijalankan oleh Divisi HRD sebuah
perusahaan, menyangkut pada fungsi :
- Keselamatan dah kesehatan kerja (employment
security and health). Mencakup pada perancangan pekerjaan yang mendorong kondisi safety
dan pemberlakuan peraturan-peraturan tentang keselamatan dan kesehatan
kerja.
- Cross Utilization and Cross Trainning. Dengan adanya orang yang melakukan
pekerjaan ganda, akan memiliki sejumlah keuntungan potensial bagi
perusahaan. Dengan melakukan sesuatu lebih banyak dapat membuat pekerjaan
yang dilakukan lebih menarik. Adanya keragaman dalam pekerjaan mengijinkan
adanya suatu perubahan yang cepat dalam aktivitas, dan secara potensial
akan memberikan perubahan kemampuan karyawan untuk berhubungan dengan
sesama. Masing-masing bentuk keragaman ini dapat membuat kehidupan kerja
lebih menantang.
- Symbolic egalitarian.
Egalitarianism yaitu sejumlah cara untuk memberikan tanda
bahwa bagi orang dari dalam perusahaan, maupun orang dari luar perusahaan
memiliki kesamaan komparatif. Dapat dicontokan di sini dengan tidak
diberlakukannya tempat khusus untuk arena parkir. Egalitariarism ini
membuat semua aktivitas dan tindakan berjalan lebih lancar dan lebih
mudah, karena tidak adanya perbedaan status. Dalam konteks ini semua orang
adalah sederajat.
- Wage compression. Tugas yang saling tergantung dan
memerlukan kerjasama sangat membantu untuk menyelesaikan tugas. Kompresi
bayaran dengan mengurangi kompetisi interpersonal dan meningkatkan
kerjasama pada gilirannya akan mengarah pada efisiensi.
- Promotion from within. Mendorong pelatihan dan pengembangan
keahlian karena tersedianya kesempatan dan peluang promosi dalam
perusahaan bagi para pekerja. Promosi dari dalam pekerjaan akan memberikan
fasilitas desentralisasi, partisipasi dan delegasi karena hal ini membantu
mempromosikan rasa percaya antar tingkatan hirarki, promosi dari dalam
perusahaan, dapat diartikan bahwa supervisor bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan upaya bawahannya.
Lingkungan bisnis telah
mengalami perubahan secara fundamental. Perubahan-perubahan tersebut menuntut
perubahan peran MSDM yang lebih kompleks dan lebih baik dari sebelumnya Sumber
daya menjadi asset kritis organisasi. Hal ini berarti SDM
tidak hanya sekedar diikutsertakan dalam filosofi perusahaan tetapi juga dalam
proses perencanaan strategis. Meningkatnya isu-isu bisnis yang terkait dengan
SDM memiliki pengaruh kuat pada manajer sumber daya manusia dan manajer
fungsional dalam organisasi. Sumber daya manusia memerlukan pengelolaan yang
efekti agar dapat menciptakan kompetensi bagi perusahaan. Dengan demikian daya
saing organisasi dalam menghadapi globalisasi akan meningkat. Selain itu
maraknya fenomena diversitas SDM diharapkan dapat menjadi sumber keunggulan
bersaing bagi perusahaan.
Pengelolaan SDM dituntut lebih proaktif dan responsif.
Segala aktivitas yang dilakukan harus dapat mengantisipasi berbagai
perkembangan yang terjadi, kemudian melakukan tindakan-tindakan untuk
mengahadapi isu-isu bisnis yang berkaitan dengan SDM. Manajemen sumber daya
manusia (MSDM) telah berubah dari fungsi spesialisasi yang berdiri sendiri
menjadi fungsi yang terintegrasi dengan seluruh fungsi-fungsi lain dalam
organisasi, untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Berubahnya fungsi dan
pusat perhatian MSDM memerlukan perubahan kualifikasi pengelola MSDM agar dapat
mengikuti perkembangan dan memberikan tanggapan yang sesuai.
Sudah semestinya, perhitungan perusahaan saat ini
ditujukan pada pengembangan pengelolaan SDM secara kontinyu dan signifikan.
Pengembangan pengelolaan SDM harus memenuhi kebutuhan organisasi dan tuntutan
perkembangan. Tidak bisa dipungkiri dengan semakin pesatnya perkembangan
teknologi pengelolaan SDM diarahkan untuk mendukung bisnis yang luas dan
berkembang. Pada dasarnya bisa dikatakan bahwa untuk bertahan dalam persaingan
maka pengelolaan SDM memberikan suatu peran strategis, dengan memastikan bahwa
kompetensi karyawan dapat memenuhi tuntutan kinerja organisasi saat ini.
Peran dari Fungsi SDM dan para praktisinya saat ini
dan di masa yang akan datang harus pararel dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada
dalam perusahaannya yang senantiasa berubah dengan cepat, sejalan dengan
terjadinya globalisasi. Dalam atmosfir perusahaan seperti ini Fungsi SDM dan
para praktisinya dituntut untuk mulai melakukan perubahan yang mendasar dalam
memainkan perannya di perusahaan. Dengan perubahan ini, maka Fungsi SDM dan
para praktisinya dapat memberikan nilai tambah kepada bisnis perusahaan. Mereka
harus mampu untuk menjadi mitra strategis yang handal bagi pimpinan puncak
perusahaan, ahli di bidang administrasi, pendukung dan pendorong
kemajuan karyawan, dan agen perubahan yang selalu siap untuk menjadi
katalisator terhadap perubahan yang digulirkan oleh perusahaan. Peran
tradisional sebagai pelaksana administrasi dan penjaga peraturan sudah
selayaknya diperbaharui dan diperluas. Untuk mewujudkan peran seperti yang
diharapkan di atas, tentunya memerlukan kerja keras dan tekad yang kuat dari
para praktisi SDM untuk secara terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilannya di bidang-bidang yang selama ini mungkin kurang mendapatkan
perhatian, seperti bisnis dan finansial, maupun di bidang-bidang yang selama
ini menjadi bagian dari Fungsi SDM (Rekrutmen dan Seleksi, Pelatihan,
Administrasi Personalia, Hubungan Industrial, dsbnya) . Investasi di bidang
sistim informasi SDM juga layak untuk dipertimbangkan, sebagai salah cara yang
dapat dilakukan untuk membuat kinerja dari Fungsi SDM menjadi lebih efisien dan
efektif.
Referensi :
- Christoper,
A.B., dan S. Ghosal. 1992. “What Is a Global Manager ?”. Harvard
Business Review. September-October: 124-132.
- Copeland, L. 1988. “Valuing Diversity: Pioneer
and Champions of Change”. Personnel.July: 48.
- Cox, T.H., dan S. Blake. 1991. “Managing Cultural
Diversity: Implications for Organizational Competitiveness”. Academy
of Management Executive. 5: 45-56.
- Flaherty, M.T. 1996. Global Operation
Management. New York: McGraw Hill, Inc.
- Foster, R.P. 1988. “Work Force Diversity and
Business”. Training and Development Journal. April: 39.
- Hammer, M., dan J. Champy. 1993. Reengeenering
The Corporation: A Manifesto for Business Revolution. New York: Harper
Business.
- Pfeffer, J.. 1995. “Producing Sustained
Competitive Advantage Through the Effective Management of People”. Academy
Management Executive. Vol. 9, No 1:55-72.
- Lawrence, S. 1989. “Voice of Human Resources
Experience”. Personnel Journal. April:61-75.
- Ohmae, K. 1995. The End of the Nation
State: The Rise of Regional Economies. New York: The Free Press.
- Schuller, R.S. 1990. “Repositioning The Human
Resources Function: Transforming or Demise”. Academy Management
Executive. Vol. 4, No. 3: 49-59.
- Schuller, R.S., dan S.E. Jackson. 1988.
“Customerizing the Human Resources Department”. Personnel.
June: 36-44.
- Simamora, H. 1993. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Edisi I. Yogyakarta, Bagian Penerbitan STIE YKPN.
Langganan:
Postingan (Atom)